"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan, seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal akan objek-objeknya, mencintai tanah air Indonesia dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dengan dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat kerena itulah kami naik gunung (Soe Hok Gie)"
Sebuah penggalan kalimat yang menarik dari alm. Soe Hok Gie yang sudah cukup menjawab sebuah pertanyaan “Kenapa Harus Naik Gunung ?”, tetapi disini saya akan mencoba lebih memperdalam apa sebenarnya hakikat naik gunung itu sendiri. Kebanyakan orang menganggap kegiatan naik gunung adalah kegiatan yang bodoh, gila, mencari kematian, bikin susah, capek, dan banyak sebutan lain dari orang orang awam yang sebenarnya belum mengerti akan tujuan naik gunung.
Pernahkan kita berfikir bahwa menuju puncak gunung memerlukan proses yang panjang, susah, dan melelahkan namun dibalik semuanya itu tersimpan banyak hikmah yang dapat diambil untuk lebih mengenal akan hakikat kehidupan. Pada awalanya mencapai puncak gunung merupakan kepuasan pribadi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sama halnya dengan kenikmatan penulis ketika berhasil membius para pembacanya, atau kenikmatan seorang seniman ketika berhasil menyelesaikan karyanya dan kemudian diapresiasi oleh pengamat.
Jadi, sebenarnya para pendaki gunung itu seperti seorang pemimpi yang haus untuk menggapai mimpinya, sehingga saat mimpi-mimpinya terwujud ada rasa bahagia dan kepuasan yang begitu besar dan seolah tak dapat diungkapkan atau ditukar dengan apapun. Gunung yang tinggi menjulang mengajarkan kita selayaknya pikiran kita harus tetap mengarah ke atas, ke puncak mimpi mimpi kita dan bagaimana cara kita untuk menggapainya tetapi jangan sampai lupakan untuk kembali menengok ke bawah, jalan yang telah kita lalui, semua cerita kenangan dahulu yang mampu memberi kita pelajaran bagaimana kita dapat melalui jalan yang kita arungi saat ini. Dapat juga dikatakan bahwa seorang pendaki sebenarnya hampir sama dengan para pejelajah atau para penemu seperti Colombus, Amerigo Vespuci atau Vasco da Gama yang berani menjelajah hanya sekedar untuk menjawab rasa ingin tahunya.
Hendry Dunnant pernah berkata “tidak akan hilang pemimpin suatu bangsa jika pemudanya masih ada yang suka masuk hutan, berpetualang di alam bebas dan mendaki gunung.”
Gunung adalah tempat belajar yang baik untuk kita, mengasah pribadi dan menemukan hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang yang mampu berguru pada alam. Mereka mendaki gunung untuk menyendiri dan merenung guna mendapatkan kedamaian dan pencerahan dari Tuhan dengan mengakrabi alam. Karena dengan begitu mereka akan tahu bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam apalagi Tuhan. Gunung juga dapat member gambaran kepribadian orang, Melalui kegiatan mendaki gunung, kita akan mampu mengenali pribadi teman yang sebenarnya. Sebab, ketika kita mendaki gunung, beberapa karakter pribadi orang yang sebenarnya akan nampak karena situasi yang sedang dihadapi. Misalnya: Kelelahan, kedinginan, kehabisan bekal makanan atau air, terjebak badai, tersesat, mengalami musibah kecelakaan, ada teman yang sakit, atau bahkan karena gagal sampai ke puncak. Ada yang jujur/tidak jujur, ada yang setia kawan/ tidak setia kawan, ada yang egois/tidak egois, ada yang teliti/ceroboh, ada yang sombong/rendah diri, dll. Karena itu dengan kegiatan mendaki gunung, kita akan bisa lebih mengenal karakter pribadi seseorang yang sebenarnya.
Dengan mendaki gunung, paling tidak kita akan mampu mengetahui bahwa kita hanyalah seperti seekor semut yang merayap lamban di tengah luasnya hutan. Kita hanya mahluk biasa yang tak berdaya jika berada di alam bebas, tidur di tanah, minum air mentah, berlindung dari dinginnya udara, tak berdaya di tengah kabut atau tak berkutik jika tersesat dan kehabisan bekal. Itulah kita, manusia yang sebenarnya, tak berdaya di tengah alam, apalagi untuk melawannya. Lalu apalagi yang kita sombongkan, melawan alam saja tidak berdaya apalagi melawan kekuasaan sang pencipta alam. Dan ketika kita semakin sering melakukan pendakian dengan niat dan tujuan demikian, maka bahkan tanpa kita sadari sekalipun, perlahan lahan, keheningan dan kesunyian pegunungan mengantarkan kita kian dekat dengan kerinduan kepada Sang Khalik, Allah SWT, Tuhan Sang Pemilik Jagad Semesta.
copy setapakkecil.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar